Waqaf dan ibtida dalam alquran – Salah satu kewajiban umat Islam terhadap Al-quran adalah memahami kandungannya, sebagaimana yang dijelaskan Allah SWT dalam Al Quran surat Shad ayat 29.
Bagi seorang awam memahami alquran bisa dengan membaca terjemahan per kalimat, perkata sekaligus memahami istilah aslinya, atau membaca tafsirnya. Menurut saya membaca tafsir alquran yang ditulis para ulama adalah yang terbaik untuk memahami kandungan alquran.
Saat ini banyak produk Alquran yang tidak hanya menyajikan terjemahan, tetapi juga menghadirkan tafsir ringkas dari berbagai mufassir yang memberi berbagai sudut pandang mengenai isi Alquran.
Kewajiban lainnya ialah membaca Alquran dengan tartil, seperti perintah Allah SWT dalam surat Al Muzammil ayat 4.
Maksud tartil menurut Ali bin Abi Thalib ialah ilmu tajwid, yang berarti membaguskan suara dan mengetahui waqaf ketika membaca.
Adapun ciri bacaan tartil, yaitu membaca huruf-huruf hijaiyah dengan jelas, sesuai dengan makhraj, dan sifatnya, dan memahami waqaf (berhenti sementara), dan tanda ibtida’ (mulai membaca lagi atau mulai melanjutkan bacaan lagi dengan mengulang kalimat sebelum waqaf tersebut) yang tepat dan benar.
Daftar Isi
Waqaf dan Ibtida Dalam Alquran
Waqaf dan ibtida’ adalah salah satu ilmu Al-Qur’an yang penting bagi seseorang yang membaca alquran atau seorang yang tengah menghafal alquran. Oleh karena itu, menjadi keharusan untuk memahami dan mengetahui waqaf dan ibtida ini.
Karena keduanya secara tidak langsung menafsirkan makna dari ayat-ayat Al-Qur’an. Manakala keduanya sudah diketahui dan difahami, sudah pasti tidak ada kesalahan dalam menentukan tempat berhenti dan memulai bacaan Al-Qur’an.
Arti Waqaf
Waqaf secara etimologi bermakna menahan atau menghentikan.
Adapun arti waqaf secara terminologi bermakna memutus kalimat dengan kalimat sesudahnya disertai nafas dengan niat untuk mengulangi kembali bacaan.
Setiap pembaca Al-Qur’an berbeda-beda dalam hal waqaf. Sebagian ada yang menjadikan waqaf pada pertengahan ayat atau pada akhir ayat sesuai dengan panjang nafasnya. Namun yang lebih dominan adalah berhenti pada akhir ayat.
Ali bin Abi Thalib ketika ditanya mengenai makna tartil dalam firman Allah: “و رتل القرآن ترتيلا.”. Maka beliau menjawab “تجويد الحروف ومعرفة الوقوف”. (membaguskan bacaan huruf-hurufnya dan mengetahui tempat berhentinya bacaan pada rangkaian kata yang sesuai).
Dari jawaban Ali bin Abi Thalib inilah dalil diwajibkannya untuk mempelajari waqaf dan ibtida’. Tidak ada hukum wajib atau haram berwaqaf di dalam Al-Qur’an (pembaca berdosa jika tidak melakukannya), kecuali dengan kesengajaan dan menimbulkan makna yang tidak sesuai.
Kewajiban dan keharaman di kembalikan kepada maksud dari para pembaca, tetapi yang disunahkan adalah berhenti pada setiap akhir ayat, dan makruh untuk meninggalkannya.
Dalil ini terdapat dalam kitab Al-Jazariyyah karya Abu Khair Syamsuddin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin ‘Aly bin Yusuf Al ‘Umry Ad-Dimasyqy, yang dikenal dengan Ibn Jazary: “وليس في القران من وقف واجب، ولا حرام غير ما له سبب.”
Muhammad bin Qasim Ibnu Anbar mengatakan
Sebagian dari memahami Al-Qur’an adalah memahami ilmu mengenai waqf dan ibtida’. Karena sungguh tidak datang kefahaman sedikitpun mengenai makna kandungan Al-Qur’an kepada seseorang, kecuali ia telah mengetahui al-Fawashil (pemisah/waqf dan ibtida’). Maka wajib bagi pembaca Al-Qur’an untuk mengetahui waqf tam, waqf kafi, dan waqf qabih.
(lihat Idhah al-Waqf wal Ibtida’ fi Kitabillah karya Muhammad bin Qasim Ibnu Anbar hal.108 cetakan Majma’ al-Lughah al-‘Arabiyyah Damaskus 1971)
Macam-macam Waqaf
Macam-macam waqaf terbagi menjadi empat bagian, antara lain:
- Waqaf Idhtirary, yaitu berhenti karena terpaksa. Jika seorang qari menghentikan bacaan dikarenakan pendeknya nafas, bersin, batuk, atau karena lupa, maka qari wajib mengulangi bacaan di tempat ia berhenti dan menyambungnya kembali.
- Waqaf Intidzary, waqaf ini biasanya digunakan oleh mereka yang mempelajari ilmu qiroat, yaitu menghentikan bacaan pada satu macam bacaan yang dimana pada ayat atau kata tersebut bisa dibaca dengan beberapa macam bacaan, dan hukumnya boleh.
- Waqaf Ikhtibary, berhentinya bacaan pada ayat-ayat tertentu dikarenakan untuk menguji siswa yang sedang belajar Al-Qur’an. Diperbolehkan pada saat dibutuhkan saja.
- Waqaf Ikhtiyari, qari menghentikan bacaan karena kemauan sendiri tanpa sebab darurat apapun
Waqaf idhtirary dan waqaf ikhtyary terbagi lagi menjadi empat macam:
- Satu Waqaf Tam (sempurna), yaitu berhenti pada kalimat yang sudah sempurna maknanya, dan tidak ada kesinambungan antara ayat sebelum dan sesudahnya, baik lafadz atau maknanya. Biasanya waqaf ini terdapat pada akhir ayat. Dua Waqaf Kafy (cukup), yaitu berhenti pada akhir kalimat yang sudah sempurna maknanya atau masih berhubungan dengan kalimat selanjutnya, tapi tidak secara lafadznya. Waqaf ini dominan terdapat pada pertengahan ayat.
- Tiga Waqaf Hasan (baik), berhentinya bacaan pada akhir kalimat yang sudah sempurna maknanya dan masih berkesinambungan dengan kalimat setelahnya baik secara lafadz ataupun makna.
Contoh waqaf hasan: الحمد لله. Kemudian berhenti, walaupun الحمد لله sudah sempurna maknanya, tetapi karena masih berkesinambungan makna dan lafadznya dengan kalimat sesudahnya, yaitu رب العالمين. Maka diharuskan mengulangi bacaan dari awal.
- Empat Waqaf Qabih (buruk), berhenti pada kalimat yang belum sempurna, dan bisa menimbulkan makna yang tidak sesuai dengan makna yang sebenarnya. Contoh: berhenti pada mudhaf tanpa menyebutkan mudhaf ilaihnya, berhenti pada fiil tanpa menyebutkan failnya. Hukumnya tidak boleh kecuali terpaksa.
Arti Ibtida
Ibtida’ ( الإِبْتِدَاءُ ) mempunyai akar kata dari بَدَأَ yang artinya memulai.
Sedangkan menurut istilah ulama Qurra’ adalah memulai membaca al-Qur’an, baik memulai dari awal maupun meneruskan bacaan yang semula dihentikan.
Dengan pengertian tersebut terlihat bahwa Ibtida’ mempunyai dua macam.
- Memulai membaca al-Qur’an untuk pertama kalinya. Misalnya seusai sholat, seseorang membaca surat al-Baqarah, ketika membaca lafad: اٰلٰمٓ itulah yang dinamakan ibtida’, yakni memulai pertama kali membaca al-qur’an.
- Memulai membaca al-Qur’an setelah berhenti yang semula sudah membaca al-Qur’an.
Misalnya seseorang membaca surah Al-Fatihah ayat pertama dan kedua : بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلْحَمْدُلِلهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ lalu berhenti kemudian diteruskan dengan ayat ketiga, maka pada saat memulai membaca ayat ketiga itulah yang disebut ibtida’.
Bagi seorang qari (pembaca Alquran) diharuskan untuk memperhatikan makna dari ayat-ayat yang dibaca, sehingga bisa memulai bacaan dengan benar.
Macam macam ibtida’ hampir sama dengan macam-macam waqaf, yaitu
- ibtida’ tam
- ibtida’ kafy
- ibtida’ hasan
- ibtida’ qabih dan
- ibtida’ ikhtibary.
Salah satu contoh tidak diperbolehkannya ibtida’ adalah pada mudhof ilaih, pada kata “al waswas” dalam ayat : من شر الوسوس الخناس.
Alhamdulillah demikianlah, artikel tentang waqaf dan ibtida dalam alquran, dimana terdapat aturan-aturan yang ditetapkan. Dan aturan ini tentunya semata-mata untuk menjaga keontetikan agar tidak merusak makna Al-Qur’an.
Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua.